Oleh: hadi hds
Melesatnya karier Yudhi Irianto sungguh tidak masuk akal. Dari jabatan Kasi di BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) naik menjadi Kabag protokol dengan melompati jabatan Kabid. Wouuw sungguh prestasi birokrasi luar biasa.
Yudhi sekarang bertengger sebagai Kadispora merangkap Plt BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah). Saya yakin Yudhi masuk dalam kumparan kepentingan besar saat ditempatkan dalam 2 jabatan eselon 2B. Ada kekuatan besar yang tidak mampu dibendung oleh Yudhi sehingga dia harus patuh dengan perintah.
Kasus Yudhi sebenarnya tergolong kecil tapi berdampak luas pada psikologis pegawai lain. Pegawai lain yang sudah antre lama menjadi gigit jari karena diserobot dari bawah. Di era bupati Saiful Ilah, malah lebih ajaib yaitu camat Waru, Faturohman, naik jadi kepala dinas pengairan.
Menurut saya, budaya ini terjadi karena Baperjakat dimatikan. Sistem penilaian kinerja pegawai tidak digunakan, pejabat cenderung berbuat sesuka hatinya menempatkan pegawai di jabatan yang seharusnya belum waktunya.
Padahal ekor dari “sak karepe dewe” membunuh etos dan semangat kerja PNS. Mereka beranggapan sistem sudah tidak jalan, lebih penting melobi pejabat untuk dapat jabatan enak daripada tekun bekerja. Akhirnya muncul sengkuni-sengkuni di lingkaran Pemkab.
Kepada Bupati Sidoarjo yang baru nanti saya memohon aktifkan Baperjakat. Tidak ada like n dislike dalam pengisian jabatan. BPD Sidoarjo pernah mendapat ISO tahun 2016 karena kinerja terbaiknya. BPPD/dinas pendapatan Sidoarjo juga menyumbang kinerja keuangan terbaik di Indonesia tahun 2011-2012, dan Sidoarjo adalah Kabupaten pertama yang meraih WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), itu bukti pengelolaan keuangan Pemkab Sidoarjo paling sehat.