Cakrajatim.com – Sidoarjo: Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo, Dhamroni Chudori mengungkapkan kekecewaan terhadap warga Desa Sawo Tratap, yang mengumpat dalam rapat hearing, bahwa proyek frontage Sidoarjo tidak berguna bagi warga dan malah dianggapnya merugikan warga.
Umpatan warga dalam rapat ini akibat dari penutupan lintasan kereta api di Sawo Tratap yang tidak bisa langsung ke jalan arteri -jalan raya- A Yani. PT KAI (Kereta Api Indonesia) sejak Juli lalu atau sejak dibukanya akses jalan frontage Sidoarjo yang melewati Sawo Tratap.
Dengan penutupan perlintasan maka kendaraan dari Sawo Tratap yang akan ke jalan raya diarahkan lewat frontage. Nah, ini kemudian yang memicu kemarahan warga sehingga melakukan demo meminta perlintasan kereta api dibuka.
Yang membuat cak Dham (Dhamroni) kesal adalah pikiran warga yang anggap frontage tidak penting. Frontage adalah program besar pemerintah pusat untuk mengurangi beban jalan nasional dari kendaraan dan mengurai kemacetan di jalan arteri. “Proyek itu sudah melalui kajian mendalam oleh pusat. Dan Sidoarjo harusnya beruntung diberi program ini, ” Ujarnya.
Ia menyangkal bila akses frontage ini merugikan dan tidak bermanfaat bagi rakyat. Justru rakyat sangat diuntungkan. Kalau ada sedikit orang yang merasa dirugikan, itu sudah biasa. Pembangunan itu selalu memberikan efek tapi dampak panjangnya frontage sangat menguntungkan.
Manager Humas KAI Daop 8 Surabaya, Luqman Arif mengatakan, penutupan perlintasan ini merupakan langkah untuk mengamankan perjalanan kereta api dan juga pengendara serta masyarakat sekitar.
Penutupan perlintasan sebidang ini dilakukan setelah beroperasinya fly over Juanda, dan juga pengoperasian frontage road Letjen S Parman yang berada di sisi timur jalur KA dan juga Jalan Raya Waru 1.
“Di JPL 39 telah ditutup semi permanen sejak beroperasinya fly over Juanda, dan dengan beroperasinya frontage road Letjen S Parman serta fly over Juanda, maka JPL 38 dan JPL 39 dilakukan penutupan perlintasan sebidang,” terangnya.
Luqman Arif menambahkan, sebelum melakukan penutupan, KAI Daop 8 Surabaya bersama Dishub Kab Sidoarjo telah melakukan sosialisasi dengan mendatangkan unsur kewilayahan dan warga setempat.
Setelah perlintasan sebidang di JPL 38 ditutup, bagi pengendara yang akan menuju Jalan Raden Wijaya, bisa melalui frontage road Letjen S Parman dari JPL 36 yang berada di pintu masuk menuju Perumahan Delta Sari Indah.
“Sementara itu, pengendara yang akan menuju arah Bandara Juanda, dapat melalui fly over Djuanda,” imbuhnya.
Penutupan perlintasan sebidang ini merupakan langkah pencegahan terhadap gangguan perjalanan kereta api di perlintasan sebidang kereta api.
Selain itu, pemerintah juga telah memberikan dukungan dengan membangun fly over yang menghubungkan Jalan Raya Waru 1 dengan Jalan Raya Bandara Juanda.
Dalam kesempatan itu, Dhamroni menyampaikan, pihaknya memfasilitsi apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Terkait dengan persoalan itu, pihaknya bersama pemerintah dan stacholder terkait, akan menyampaikan usulan warga ke pihak berwenang.
“Sehingga, pemerintah dapat melakukan kajian atau menemukan solusi terbaik terkait penutupan dan dampak dan lainnya itu,” kata Dhamroni, disela agenda hearing. Namun satu hal, penutupan perlintasan itu adalah amanah undang-undang perkeretaapian.
Daop 8 atau PT KAI sekalipun, menurut Cak Dham, tidak punya kewenangan menentukan perlintasan itu dibuka. Penutupan ini sudah protapnya begitu. “Saya kira menteri apalagi dirjen tidak berani melawan perintah undang-undang, ” Terangnya.
Namun Komisi A menyarankan agar warga mengajukan surat penolakan ke kementrian. Komisi A nanti yang mengantarkan suratnya ke pusat. Jadi kalau kecewa atau marah bisa disampaikan ke pusat.
Ia melanjutkan, merasa kecewa mendengar masih ada warga Sidoarjo yang menilai jalan frontage tidak bermanfaat. Dilihat dari sudut mana pun, frontage itu sangat menguntungkan.
Senada, juga disampaikan oleh anggota Komisi A DPRD Sidoarjo Warih Andono. Agar warga setempat membuat surat permohonan ke pihak terkait. Pemerintah dan pihaknya bersedia untuk menyampaikan usulan itu ke pemerintah pusat.
“Karena penutupan itu kan dasarnya ada surat perintah. Kalau ingin membuka ya perlu ada surat permohonan,” pungkasnya
Ditutup
Sekitar tiga Minggu lalu perlintasan JPL 38 desa Sawo Tratap ditutup sehingga menuai protes warga setempat.
Warga merasa penutupan itu akan berdampak pada roda perekonomian rakyat. Banyak pelaku usaha di sekitar area itu, kini merasa merugi. ditigggalkan pelanggannya yang dahulu rata-rata pengguna jalan di sekitar.
Sebdang perlintasan KA yang sebelumnya dijaga dan berpalang pintu itu, menjadi jalan tercepat warga, jika hendak ke wilayah desa seberang jalan, tak perlu putar balik ke Raya Gedangan. Dan misalnya ke Surabaya, juga tak perlu putar balik ke Raya Juanda.
Numun, setelah adanya pembangunan Frontage Road dan Fly Over baru, sebidang perlintasan itu kini ditutup. Padahal, selain menjadi pilihan akses tercepat warga, juga akses tercepat sejumlah karyawan pekerja pabrik sekitar.
Belakangan, warga protes dengan cara menggelar aksi damai. Hingga, melakukan audiensi yang diterima baik anggota Komisi A DPRD Sidoarjo, dalam agenda rapat dengar (hearing) di ruang rapat komisi, Kamis (8/8/2024).
Dalam agenda hearing itu, mereka menyampaikan sejumlah harapan. Salah satunya, sebidang perlintasan KA dibuka lagi. Selain membuka kembali peluang usahanya, juga kembali mempermudah akses jalan.
Menurut korlap aksi Didik Wahyudi, penutupan akses itu akan menggangu roda perekonomian masyarakat. Ia mencontohkan, warung nasi yang biasanya ramai pelanggan dari kalangan pengguna jalan, tak lagi bisa mudah mampir lagi: akses jalannya sulit dijangkau.
Lebih lanjut, kata dia, warga merasa tak dilibatkan rencana penutupan itu. “Intinya cuman satu, kami datang ke dewan ini, yang ditutup, dibuka kembali. Kami ingin meminta solusi itu,” ujarnya, usai mengikuti hearing yang diikuti sejumlah instansi terkait, antara lain, anggota Komisi A, Daop 8, Dishub Sidoarjo, Kepala Desa dan Kecamatan setempat.
Kabel telpon
Proyek frontage yang mulai dibangun sejak era bupati Saiful Ilah, mulai kendala pembebasan lahan antara pemkab dengan warga atau lahan pabrik serta tukar guling Masjid hingga utilitas pipa gas dan kabel telpon di lapangan. Komisi C DPRD Sidoarjo ikut menyoroti kendala dalam pembangunan Frontage Road (FR).
Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo Suyarno, sempat menyayangkan munculnya kendala semacam itu bisa terjadi di lapangan. “Mestinya antar Dinas bisa komunikasi, sehingga tidak mengganggu kegiatan dinas lainya,” kata politikus PDIP itu.
Lebih jauh, Suyarno menegaskan jika hal itu bisa menjadi evaluasi dinas terkait. Komisi C masih berharap proyek FR tetap bisa dilanjutkan.
pembangunan FR Waru Buduran di area Aloha sempat terkendala adanya utilitas pipa gas dan kabel telekomunikasi yang ada dipinggiran rel kereta api. Selain menunda pengerjaan, pembangunan FR di depan monumen pesawat itu harus sedikit bergeser ke sisi timur.
Proyek sepanjang 9,2 kilometer itu juga sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sidoarjo tahun 2016 – 2021. Dan termasuk dalam proyek percepatan pembangunan ekonomi dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Gresik – Bangkalan – Mojokerto – Surabaya – Sidoarjo – Lamongan, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru (BTS), serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan.
Namun, pembangunan FR tak berjalan mulus seperti yang diharapkan. Permasalahan yang membuat proyek itu macet salah satunya tentang pembebasan lahan yang bakal dibangun.
Jalan pendamping yang melintasi tiga kecamatan itu banyak tumpang tindih dengan sejumlah pihak. Mulai dari warga, perusahaan, TNI AL hingga KAI.
Pertengahan Desember lalu, pihak TNI AL juga telah menghibahkan lahan ke Pemkab Sidoarjo. Yang dihibahkan total seluas 18.530 meter persegi. Terdiri dari tanah di depan SMA Hangtuah 1.850 meter persegi, di depan Monumen Pesawat Terbang Juanda seluas 3.300 meter persegi dan Tanah TNI Angkatan Laut Brigif 1 Marinir. Gedangan seluas 13.380 meter persegi. (Adv, hds)