Sumber penyebab timbulnya ketegangan politik itu rupanya ada di surat keputusan ini. Membaca surat keputusan yang dikeluarkan Bupati Win Hendrarso pada tahun 2003 memang mencengangkan. Agaknya di sini akar masalahnya.
Pak Win pernah mengeluarkan SK nomor: 188/356/404/1/1/2003. Surat mandat kewenangan bupati Sidoarjo kepada sekretaris daerah dalam hal pelantikan pejabat struktural dan penetapan mutasi pegawai negeri sipil di lingkungan Pemkab Sidoarjo.
SK ini dikeluarkan dengan konsideran yang sangat lengkap, dengan pertimbangan Undang-undang, peraturan pemerintah. Keputusan ini sangat kuat, Pak Win tidak gegabah menerbitkan surat keputusan.
Buktinya hingga sekarang SK Ini masih dijalankan. Artinya abah Saiful Ilah yang sudah memimpin 2 periode tidak pernah mencabut/membatalkan SK ini, begitu pula dengan Gus Muhdlor dan Pak Bandi.
Surat sakti ini, dalam pemahaman saya masih efektif berlaku penuh. Padahal ini sama saja melumpuhkan kewenangan wakil Bupati… Duarrr……
Kewenangan wakil Bupati dipenggal terutama dalam urusan Baperjakat (atau sekarang disebut tim penilai kinerja) pegawai negeri sipil. Bayangkan urusan yang strategis seperti ini dicampakkan dari tangan Wabup.
Sebetulnya Abah Saiful saat awal menjadi Bupati, sudah harus mencabut SK ini. kenapa tidak dilakukan? Karena sudah merasa nyaman dengan SK. Kerjanya tidak ‘diriwuki’ wabup.
Gus Muhdlor mungkin juga merasa enjoy, secara eksplisit tentu SK ini menjadi sesuatu yang menjengkelkan bagi wabup. Karena otoritasnya dilibas begitu saja.
Saya sarankan pak Bupati Subandi mencabut SK ini, secara proporsional mandat harus dikembalikan kepada wakil Bupati. … Jrengggg