Oleh: Cak hadi
Masyarakat sudah terbuai dengan kenyamanan berbelanja di indomaret, alfamart dan alfamidi. Begitu kuatnya ketergantungan, kita seperti tidak bisa hidup tanpa tiga minimarket itu.
Tanpa kita sadari ketergantungan itu memberi dampak amat dahsyat terhadap sektor ekonomi lapisan pedagang ritel kecil. Bisnis UMKM ikut lumpuh, pedagang kecil hanya bisa menjual lombok, sayur mayur, ikan pindang, bandeng, es tebu yang tergolong receh.
UMKM ini tergulung oleh bisnis raksasa indomaret dan alfa. UMKM hanya bisa berproduksi tapi tidak bisa menjual. Lalu untuk apa? Pola hidup konsumtif telah terpelihara dengan baik, rasanya dalam keseharian ada yang kurang bila tidak berbelanja di indomart/alfa walaupun hanya sekedar membeli rokok atau secangkir cappucino dan latte.
Teman saya, pengusaha franchise indomaret mengatakan, dalam satu hari pendapatan kotor dari satu toko saja Rp 10 jutaan. Satu bulan Rp 300 juta. Luar biasa. Tidak heran banyak pengusaha berbondong membeli franchise minimarket itu. Sebagai contoh di desa Siwalan Panji, Buduran, di satu ruas Jl Antartika yang panjangnya tidak sampai 1 km terdapat 2 indomaret, alfamart dan alfamidi.
Tanpa kita sadari keberadaan toko itu telah menyedot uang ke pusat. Uang dari bawah di tarik ke atas. hanya perputaran uang receh saja yang berkeliaran di masyarakat bawah. Perputaran uang hanya di pasar2, terminal, PKL, dan toko UMKM yang berserakan di pinggir jalan…. Haduh biyunggg