cakrajatim.com: Sengketa Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali memanas, membangkitkan kekhawatiran akan eskalasi konflik di perbatasan laut kedua negara yang rapuh. Api persengketaan ini terus menyala, menghanguskan harapan akan perdamaian dan kerja sama bilateral.
Ambalat menjadi ajang pertarungan sengit antara dua negara tetangga ini karena wilayah tersebut diyakini menyimpan harta karun berupa cadangan minyak dan gas bumi melimpah.
Di jantung perairan Laut Sulawesi, Blok Ambalat terbentang luas, menyimpan potensi besar sumber daya alam yang melimpah, dengan cadangan minyak 62 juta barel dan gas alam 348 juta meter kubik.
Dalam gebrakan terbaru, kedua negara sepakat menggelar pertemuan darurat tingkat tinggi, sebuah langkah diplomatis yang penuh harapan untuk meredakan tensi dan menemukan solusi damai atas sengketa yang telah berlangsung selama lebih dari 56 tahun. Pertemuan ini menjadi momentum penting bagi kedua negara untuk menemukan titik temu dan mengakhiri sengketa yang telah berlangsung lama.
Namun, perbedaan klaim kedaulatan atas wilayah ini masih menjadi tantangan besar.
Indonesia berpijak pada Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen 1969 dan UNCLOS 1982, landasan hukum yang kokoh. Sementara Malaysia mengklaim wilayah tersebut berdasarkan peta nasional yang diterbitkan pada 1979, sebuah narasi yang berbeda. Kedua negara harus bekerja sama untuk menemukan solusi yang adil dan damai, demi kepentingan bersama dan stabilitas regional.
TNI tidak gentar dengan ancaman yang datang dari Malaysia. Patroli udara yang dilakukan secara intensif menunjukkan kehadiran Indonesia di wilayah perbatasan.
Indonesia telah membangun mercusuar di Karang Unarang, Ambalat. Langkah ini menunjukkan ketegasan Indonesia dalam mempertahankan klaimnya atas
Blok Ambalat.
Pelajaran dari Sengketa Ligitan dan Sipadan betapa pentingnya Kecepatan dan Ketegasan dalam Menjaga Kedaulatan. Akhirnya Mahkamah Internasional (MI) memutuskan bahwa Ligitan dan Sipadan milik Malaysia pada tahun 2002. Salah satu faktor kunci yang mempengaruhi keputusan MI adalah kecepatan Malaysia dalam membangun mercusuar di Ligitan dan Sipadan.
Politik radio siaran Malaysia
Malaysia tidak main-main dalam upayanya mengancam kedaulatan Indonesia.
Mereka menggunakan siasat diplomasi politik radio siaran sebagai alat gempur infiltrasi negaranya.
Siaran radio dalam bahasa Indonesia dengan gelombang pendek (short wave) menjadi salah satu strategi mereka.
Memutar lagu Indonesia, musik dangdut sampai ke irama keroncong. Karakter siarannya juga berlogat bahasa Indonesia, tidak dengan style Malaysia.
Meskipun terlihat sederhana, siaran radio ini dapat menjadi ancaman serius bagi kedaulatan negara.
China menjadi panutan Malaysia dalam hal ini. China Radio International (CRI) telah memasang jala-jala udara dengan lebih dari 60 bahasa siaran luar negeri yang mencakar ke seluruh negara di dunia.
Dengan kekuatan ratusan kilo watt, China dapat mengglorifikasi siaran mereka ke seantero dunia.
Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana dengan Radio Republik Indonesia (RRI)? Apakah kita hanya akan menjadi penonton, sementara negara lain berlomba-lomba memperluas pengaruhnya?
Keterbatasan VOI dalam Diplomasi Siaran Internasional
Sejak pemerintah menarik 42 hektar tanah di Cimanggis, Siaran Luar Negeri Voice Of Indonesia (VOI) RRI mengalami lumpuh signifikan dalam diplomasi siaran internasional.
VOI kini hanya bersiaran di dua gelombang Short Wave yang tidak populer di ranah gelombang pendek.
Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya infrastruktur yang tidak berfungsi optimal, seperti antene yang berdiri tegak tanpa pemancar di frekuensi 95750 KHz
sehingga tidak dapat mengudara.
Keterbatasan ini mempengaruhi kemampuan VOI dalam menjangkau dan mempengaruhi opini publik internasional, serta mengurangi efektivitas diplomasi siaran Indonesia dalam konteks global.
Jangan hanya sekedar hadir tanpa energi dan perjuangan. RRI lahir dari darah perjuangan. Jika negara tidak hadir , maka representasi kehadiran negara adalah RRI.
ESAI
M.Rohanudin
Direktur Utama RRI 2016 – 2021
Dewan Pengawas RRI 2021 – 2026
Mas Iin : “Aneh, Ketua Muslimat Kok Dilaporkan”
cakrajatim.com - sidoarjo: Kecamatan Krembung diperkirakan akan jadi salah satu lumbung suara SAE ( Achmad Amir Aslichin - Edy Widodo)...