Selama hidup di dusun paling timur Sidoarjo, Masyarakat dusun Kalikajang terlihat menikmati keterbatasan. Hidup seadanya dengan rumah yang dibangun semi permanen dengan kombinasi batu bata dan kayu.
Maklumlah untuk membawa material bahan bangunan juga tidak mudah. Harus diangkut perahu 1,5 jam dari dusun mereka ke desa terdekat seperti Penatar sewu atau desa banjar panji di Tanggulangin.
Maaf – lingkungan di sana terlihat jorok dan bau. Jalan setapak yang hanya bisa dilalui motor, banyak kotoran kambing dan bebek berserakan di jalan setapak. Jadi harus berjalan dan berlompat2 untuk hindari kotoran hewan . Jalan paving yang bercampur lumpur di kala hujan, membuat susah dilintasi meski jalan kaki.
Gang atau lompongan batas jarak rumah dengan rumah sebelah selain kotor oleh ternak hewan juga bercampur tumpukan kayu rapuh dan barang kotor lainnya. Sehingga menimbulkan pemandangan tidak sedap.
Halaman belakang rumah penduduk terdapat sungai kecil. Sungai kecil ini yang sehari-hari digunakan warga kalikajang untuk menambatkan perahu kecilnya. Ada anak tangga untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, selain itu tangga ini berfungsi pula untuk BAB dan BAK…hehheeh…sadis ya..
herannya, para ibu dusun terlihat trengginas dan giat. Dengan motornya yang dilengkapi rengkek, ibu di sana hilir mudik membantu suami mengangkut udang dan bandeng ke luar dari tambak. Padahal kondisi jalan (apalagi di.musim hujan) bercampur lumpur sehingga licin.
Bila tidak biasa, pasti motornya tergelincir. Ibu kalikakang memang beda, sangat tangguh dan perkasa. Rata2 ibu di sana melahirkan 4 anak. Bahkan sampai 11 anak.
Ya..wajarlah karena tidak ada hiburan lagi. Sinyal hp mendrip2. Kadang buat main whatsapp putus2. Kadang bisa kadang mati. Malam tidak ada hiburan, paling magrib sudah pada masuk rumah karena jalanan gelap.
Untuk ke pasar sangat jauh, beruntung ada bakulan pakai motor datang tiap pagi. Bakul itu kemungkinan naik motor dari desa Banjar Panji yang berjarak 8 km lewat jalan setapak atau lazim disebut jalan produksi.
Tantangan penjual sayuran untuk menembus medan dari Banjar panji menuju dusun ini sangat berat. Menempuh 8 km kawasan tambak. Melewati dusun Pucukan selebihnya kawasan tambak dan jalan yang licin. Motor harus dimodifikasi mirip motor trail.
Siapa yang paling awal membuka beribu-ribu hektar lahan tambak yang tersebar di dusun kalikajang dan Pucukan. Bahkan pertambakan yang luasnya dari desa penatar sewu sampai laut sejauh 8-10 km yang terdiri hamparan tambak bandeng dan udang fanami.
Konon ada tuan takur yang merekrut buruh tambak dari Gresik, Lamongan, Tuban untuk membuka tambak di pesisir pantai timur sidoarjo, sebelum kemerdekaan. Tanah itu awalnya terbentuk melalui tanah oloran laut yang kemudian dikelola menjadi tambak.
Ada dugaan bangsa Belanda yang punya andil, tapi dugaan ini meleset karena tidak ada jejak kehidupan bangsa belanda di kawasan pesisir. Semisal bangunan khas belanda. Jadi yang paling mungkin adalah tuan tanah pribumi yang membuka lahan tambak dengan memanfaatkan tenaga buruh tambak dari daerah barat.
Dan dari “ekspedisi” saya ke dusun paling terpencil ini saya menemukan ribuan hektar tambak bandeng milik H Saiful Ilah. Informasi ini saya peroleh dari ketua RT Kalikajang, Supriyadi. “Itu ada seribu hektar milik pak saiful ilah” ucapnya sambil menuding ke arah utara, letak tambak mantan bupati Sidoarjo tersebut.
Abah saiful memang dikenal juragan tambak yang paling besar di Sidoarjo yang diwarisi dari mertuanya yakni alm Haji Anwar. H Saiful lebih memilih terjun ke dunia politik dan pengelolaan tambak diserahkan pada putra lakinya, mas Muklis. Muklis tidak tertarik dengan dunia politik. Dia lebih suka hidup di lingkungan tambak.
Apakah penghuni dusun yang 185 kk ada yang memiliki tambak? Ternyata tidak. Semua penghuni kalikajang adalah buruh tambak yang di kebanyakan berasal dari deda Banjar panji dan penatar sewu.
Bahkan semua rumah di sana berada di atas sempadan sungai sehingga tanah dan bangunan masih milik negara. Warga mengakui rumahnya pinjam dari negara. Namun hunian lahan ini dipakai turun temurun dan bahkan seumur hidup. Jasa merekalah yang dimanfaatkan tuan takur pemilik tambak. Tuan takur tentu tidak akan mau hidup dan tinggal di Kalikajang.
Pada tahun 1971, tuan takur mendatangkan 20 pasutri untuk menjaga dan mengelola tambak. Nah warga yang hidup di kalikajang sekarang adalah generasi dari 20 pasutri tersebut dan kini sudah membentuk satu RW sendiri dengan 185 KK.
Ketika leluhur mereka datang tahun 1971, tambak di sana sudah terbentuk dan dibentuk para pendahulunya yang berasal dari gresik hingga tuban.
Pantas saja Sidoarjo dikenal sebagai lumbung bandeng nomor satu, karena areal tambaknya sangat luas. Kalau sudah melewati sungai Penatar Sejauh mata memandang yang terlihat hanya hamparan tambak saja.