JANGAN BIARKAN “Game Online” Membentuk Watak Anak Didik
Dunia pendidikan dalam satu tahun mengalami degradasi fenomenal. Pembelajaran dengan sistem online di rumah membuka celah bagi sebagian anak – anak memiliki ‘guru baru’ yang bernama game online.
Guru baru itu merasuki pikiran begitu kuat sehingga tanpa disadari virus yang menakutkan itu bukan hanya covid 19 tetapi juga game online. Gejalanya, muncul sifat pemalas, kurang tidur, bangun kesiangan, tahan lapar bahkan kehilangan nafsu makan. Anak didik seperti jauh dengan jati dirinya, diperintah orang tua hanya mlengos dan melirik ketus..haduuhhh
Masalah ini sungguh serius dan tidak bisa disepelekan. Anak bisa berjam-jam bermain dengan ponselnya. Tanpa disadari Teknologi canggih itu mulai membentuk watak dan sifat anak.
Untuk permainan yang satu ini bagi anak tidak ada istilah “game over”. Mereka bermain sepanjang hari, pagi siang malam dihabiskan waktunya bersenggama dengan game online.
Apalagi kalau sudah bertemu lawan tanding, teman sekampung atau sekelas yang kemudian membentuk ring permainan. Kalau sudah begini, anak jadi keasyikan dan lupa segalanya. Akhirnya muncul gejala seperti diatas tadi.
Mungkin ini bagian efek yang ditimbulkan covid. Virus covid bukan hanya menerabas dimensi sosial, ekonomi, dan budaya tetapi juga menghantam dunia Pendidikan. Covid mengacak-acak tanpa kita bisa berbuat apa. Sungguh tragis.
Tidak tahulah, apa jadinya dengan anak bila mereka tidak mendapatkan pembelajaran formal dengan tatap muka dalam kurun waktu yang amat lama. Sampai kinipun kita tidak tahu sampai kapan covid memberangus manusia.
SMPN 1 Buduran pernah mengundang stakeholder pendidikan diantaranya kepala puskesmas buduran. Pihak puskesmas sudah memberi tips aman pembelajaran tatap muka. Sekolah dan komite sekolah sudah menyiapkan segala sesuatunya. Barangkali pihak sekolah tidak mau anak didiknya terjerembab terlalu jauh dengan pola pendidikan di luar yang cenderung liar.
Tapi gak tahu kok seperti ini jadinya. Gagal total gegara takut…ah dasar kopat – kopit ..hadi