Kabupaten ini dikelola serba tanggung, atau orang Trenggalek menyebutnya “magak”. Mungkin karena kita lama tidak punya bapak lalu kehilangan ibu. Jadilah seperti layangan yang hidupnya dikendalikan benang, kadang layangan oleng kanan kadang kiri tanpa arah. Ditampar pula oleh covid 19…
PIWK (Pagu Indikatif Wilayah Kecamatan) sebagai program strategis yang sudah menjadi kesepakatan eksekutif dan legislatif dengan pagu Rp 40 miliar yang dibagi 18 kecamatan ternyata magak. Juknis dan juklaknya belum disiapkan.
Pendamping teknisnya dari mana, dan bagaimana pola kerja dan kewenangan. Ditambah pak camat ingin main aman dengan wait n see. Tidak berupaya mendapatkan jawaban dan kepastian hukum dan regulasinya.
Dengan PIWK harapannya timbul percepatan dalam perbaikan infrastruktur. KITA TAKUT GAGAL TAPI TIDAK SUKSES. Buktinya apa? Buktinya program ini tidak jalan pada kuartal 1. Belum ada tanda di kuartal 2 akan berjalan, karena belum apa2 timbul semacam kegalauan pihak kecamatan dalam menjalankan program ini. Mereka mengaku butuh pendampingan dan bingung harus dikelola dengan cara bagaimana. Proyeknua di Swakelolakah atau di penunjukan langsung. Kalau lelang sangat mustahil dilakukan karena faktor
Saat ini semua sendi kehidupan terganggu , termasuk program Desa diantaranya , Musrenbang tdk pernah di realisasikan , devisit dana desa, hampir semua tergerus untuk penanganan covid 19 dan BLT dana desa , carut marut BST.
Semua ini menjadi masukan Bupati dan wakil Bupati terpilih. Mendengar masukan kades dan lurah lebih di butuhkan. Yang panting desa mau bersuara. Namun bila desa ikut tidur pulas…ya sudahlah…hadi