Sidoarjo: Alih fungsi lahan yang dihuni 600 KK di desa Kedungsolo, Porong, tidak mudah dilakukan karena harus menunggu revisi Perda 6/2009. Komisi A DPRD Sidoarjo, mencoba mengurai benang kusut dalam alih fungsi yang sudah berjalan 15 tahun ini meski amat sulit.
Seperti diketahui 600 KK yang membangun pemukiman di Kedungsolo, Porong, menempati lahan hijau seluas 10 hektar, dan didalamnya terdapat 2,8 hektar TKD Kedungsolo. Warga yang merupakan korban Lumpur Lapindo ini tercatat sebagai penduduk desa Reno Kenongo dan Siring yang sudah ditenggelamkan lumpur.
Anggota Komisi A, Tarkit Erdianto, mengingatkan, untuk merubah lahan hijau menjadi kuning yang ditempati 600 Kk itu butuh proses panjang.
Mantan ketua Pansus Perubahan Tata Ruang, menambahkan, saat ini yang berlaku adalah Perda 6/2009 tentang tata ruang di mana menempatkan lahan yang dihuni 600 KK dari relokasi 2 desa yang tenggelam lumpur itu masih hijau. Adapun permintaan warga korban, untuk menguningkan lahan itu tidak mudah.
Perdanya harus direvisi dulu, perubahan lahan tidak bisa parsial hanya untuk lahan Kedungsolo saja. Revisi bila sudah disepakati harus menyeluruh seluruh kabupaten. “Menurut saya sebelum Perdanya direvisi, perlu didukung Perda LB2P (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan). Sebaiknya kita selesaikan Perda LB2P nya dulu,” ujarnya.
Tarkit menambahkan, pansus Tata Ruang yang pernah diketuai, diakui gagal menyelesaikan revisi Perda nomor 6, karena kendala covid dan berbagai macam kepentingan banyak pihak. Beban mental yang ditanggung cukup berat. Selama masih banyak kepentingan di dalamnya, ia memperkirakan, untuk merevisi Perda ini tidaklah mudah.
Revisi Perda 6 itu mutlak diperlukan bila ingin menyelesaikan persoalan Kedungsolo. “Bukan Badan Pertanahan dan bukan Perkim. Saya yakin intansi manapun tidak bersedia merubah status lahan selama Perdanya belum direvisi, ” tegasnya.
Ketua Komisi A, Sullamul Hadi Nurmawan, mengaku bingung dalam menyelesaikan masalah 600 KK di Porong ini. “Saya bingung bukan karena tidak paham. justru karena paham terhadap persoalan membuat kami jadi bingung,” ujarnya. Komisi kini mencari jalan yang tepat, apakah dengan mengundang Perkim atau BPN atau akan mencari solusi lain yang lebih baik
Informasi yang masuk komisi A bahwa ada lahan desa Kesamben, Porong, yang asalnya hijau menjadi kuning, makin membuatnya pening. Ia akan mengundang BPN untuk mengkroscek kebenaran informasi ini.
Seperti diketahui sudah 15 tahun nasib lahan warga terkatung-katung di Kedungsolo, Porong.
Setelah mendapatkan ganti rugi Lapindo, sebagian besar warga memilih untuk bedol deso di atas tanah 10 hektar yang berstatus lahan hijau non TKD. Sebagian bedol di desa Kesamben. Desa Kedungsolo maupun Kesamben melakukan tukar guling tanah karena merupakan TKD.
Persoalan tanah yang dihuni warga dusun Renuyoso, desa Kedungsolo, Porong ini sangat ruwet. Ada keterlibatan PT Galaxy Bumi Perkasa milik almarhum Henry Gunawan pada tanah yang ditempati. Sementara ketua tim relokasi, Sunarto dan notaris yang menangani ikatan dan akte jual beli tanah masih berada di penjara setelah divonis 3 tahun.
Ketua DPRD Sidoarjo, H. Usman, dihubungi Sabtu malam, mengakui persoalan tanah kedungsolo sangat ruwet. “Saya sudah mendapatkan sedikit informasi sebagai bahan untuk membantu warga untuk mencari penyelesaian. Kasihan mereka sudah 15 tahun berjuang mendapatkan haknya,’ ujarnya.
Ia membuka ruang terhadap penyelesaian warga kedungsolo. Yaitu dilakukan audiensi antara warga dengan DPRD. Harus diurai mulai dari nol, apa sesungguhnya yang ada di balik masalah ini. Di kedungsolo ada tanah TKD (tanah kas desa) dan tanah non- TKD yang dimanfaatkan merelokasi korban lapindo.
Ketidakpastian tanah warga ini harus diselesaikan. “Sungguh saya tidak tahu ada masalah besar seperti ini di Sidoarjo. Jangan diremehkan, ini menyangkut nasib 600 KK. Wakil rakyat harus turun membantu. Karena 14 tahun adalah waktu yang cukup lama bagi warga, ” ujarnya.
Warga setempat yang menolak disebut namannya menyatakan ada oknum-oknum di tengah warga relokasi yang melakukan intimidasi dengan menakut – nakuti bahwa status tanah 10 hektar masih menjadi hak milik Sunarto ( terpidana).
Ada juga yang mengatakan tidak perlu audiensi dengan DPRD karena sudah ada jaminan dari ” orang kuat’ untuk menyelesaikan urusan warga pada tahun 2021. Dan macam – macam isu hoax.
Horor yang disebar di tengah warga makin menambah kecemasan karena faktor Sunarto dan ada PT Galaxy bumi perkasa di belakang kepemilkan tanah 10 hektar tanah non TKD ini.
Sunarto dan Rosidah pernah dilaporkan ke kejari Sidoarjo tahun 2018 lalu dan sudah divonis bersalah dengan hukuman 3 tahun.
Dengan ditangani kasus hukum kedua orang ini minimal kejaksaan Sidoarjo mengetahui masalah tanah relokasi Kedungsolo. Dan apakah benar sudah dilakukan AJB dan IJB. Siapa yang menyimpan dokumen AJB dan IJB tersebut. Masih banyak misteri di seputar Kedungsolo. [Adv DPRD Sidoarjo, hds]