Sidoarjo – cakrajatim.com: Media sosial sedang diriuhkan oleh perdebatan tentang akan datangnya pandemi baru di bulan September 2023 ini. Virus yang beredar disebut-sebut merupakan varian baru covid-19 yang lebih mematikan.
Bertambah heboh karena hal yang sama diungkap cuitan Dokter Tifa di akun miliknya. Postingan di media sosial ini viral menyebut pandemi 2.0 bakal terjadi pada 2023. Dikatakan pandemi 2.0 yang dijadwalkan tahun 2025, ternyata dimajukan ke tahun 2023. Nanti akan ada peraturan bekerja dari rumah, dan kewajiban pakai masker.
Menanggapi cuitan Dokter Tifa itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi menyarankan masyarakat agar memercayai informasi dari referensi atau sumber yang terpercaya. Dikatakan sumber yang menyebut pandemi 2.0 bakal muncul 2023 tidak memiliki bukti ilmiah atau penelitian yang mendasarinya. Informasi ini belum ada dasar-dasar ilmiahnya, kata Adib kepada CNN Indonesia. Adib meminta agar masyarakat tidak mudah termakan hoaks.
Fakta yang benar terjadi beberapa bulan lalu, yakni ditemukannya Covid-19 subvarian Omicron E.G 5.1 atau Eris sudah masuk ke Indonesia. Covid-19 varian Eris atau EG.5.1 adalah turunan virus corona SARS-CoV-2 varian Omicron terbaru yang diklasifikasikan di Inggris pada 31 Juli 2023.
, Eris disebut sebagai salah satu penyebab lonjakan kasus Covid-19 di Inggris dan menjadi penyebab Covid-19 yang paling umum kedua sekarang, setelah Arcturus.
Pakar epidemiologi Griffith University Dicky Budiman mengungkapkan, varian Eris tersebut sudah mulai menyebar ke Asia, Eropa, hingga Amerika Serikat. Saat ini sudah ada 36 negara dengan kasus Eris ini. Lonjakan kasus Covid-19 di Inggris didorong juga oleh musim panas ekstrem yang melemahkan sistem kekebalan tubuh masyarakat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan EG.5.1 sebagai varian yang sedang dipantau (variant under monitoring/VUM), tetapi belum sebagai varian yang menjadi perhatian (variant of concern/VOC). Dikatakan Eris tidak lebih berbahaya dari pada kasus Omicron sebelumnya
Ada 12 Kasus
Eris sampel pertama tercatat di Jakarta awal Maret. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi membenarkan adanya temuan kasus varian Eris, yang menurut laporan GISAID sudah ada 12 kasus di Indonesia. Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data (GISAID) adalah inisiatif kerjasama antara pemerintah Jerman dengan organisasi nirlaba. Organisasi ini menyediakan akses berbagai informasi genetik virus-virus yang menyebabkan epidemi seperti flu.
Siti Nadia mengungkapkan, kasus Eris masih terus dalam pelacakan, mengingat temuan kasusnya yang sudah cukup lama terjadi. Gejalanya masih sama, masyarakat diminta tetap waspada dan menjaga kesehatan dengan segera melakukan vaksinasi Covid-19.
Beberapa gejalanya hidung meler atau tersumbat, sakit kepala, kelelahan, bersin, sakit tenggorokan, batuk, perubahan indra penciuman
Hingga Jumat, 23 Desember 2022, total kematian Covid-19 akibat virus corona Covid-19 di Indonesia sebanyak 160,49 ribu orang. Dengan jumlah tersebut, Worldometer menempatkan angka kematian Covid-19 di Indonesia di urutan dua tertinggi di Asia. Urutan ini masih bertahan di posisi yang sama dalam sepekan terakhir.
Total kematian di Asia adalah 22,57 persen dari total kasus di seluruh Negara di dunia. Urutan teratas dengan kematian tertinggi di Asia adalah India, dengan total kematian 530,69 ribu orang.
Indonesia kedua dengan korban 160,49 ribu orang. Iran ada di urutan ketiga, dengan kematian 144,67 ribu orang. Posisi selanjutnya adalah Turki dengan kematian 101,49 ribu orang, Filipina mencatatkan 65.172 total kematian dan Jepang dengan 54.365 orang kematian.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di urutan pertama. Berikutnya Filipina dengan 65.172, Vietnam dengan 43.182 orang, Malaysia dengan 36.824 kematian dan Thailand dengan 33.505 orang berada di urutan kelima.
Dilansir dari CNBC Internasional, Global President of Pfizer Vaccines, Nanette Cocero mengatakan pandemi Covid-19 akan berubah menjadi endemi di tahun 2024 mendatang. Sekarang ini virus corona masih belum berhenti penyebarannya dan tetap menjadi pandemi. Virus ini mengalami masa transisi dari situasi darurat global menjadi sesuatu yang secara konstan ada, seperti halnya penyakit flu.
Covid-19 akan mencapai level endemi ketika populasi warga sudah punya cukup kekebalan, baik dari vaksin yang sudah diberikan. Komentar ini datang ketika Amerika Serikat (AS) tengah melawan lonjakan kasus baru Covid yang disebabkan oleh varian Delta, sementara varian Omicron juga menyebar cepat.
(Putry Dya)