Hubungan Bupati Subandi dan Wabup Mimik Idayana sekarang jatuh ke titik nadzir. Tidak terselamatkan, hati yang terluka sulit disembuhkan.
Wabup tidak mampu menyembunyikan perasaannya. Di Rumdin kemarin, Wabup menumpahkan segala perasaannya kepada saya, sayapun larut dan hanyut mendengar keluh kesahnya.
Bu Wabup dengan sedikit terisak, mengungkapkan kesedihannya yang seperti “gak diuwongno” Sama Bupati. Tidak pernah diajak bicara untuk hal yang penting, padahal Gerindra yang mengusung pasangan ini di Pilkada.
Justru yang menjadi jujugan Bupati berbicara adalah Sekda dan partai XX… “Lalu saya dianggap apa, ” Ujarnya sedih. Justru pernah dalam rapat di OPD, bu Mimik merasa dipermalukan saat berbicara soal kewenangan Bupati dan Wabup.
Menurut saya, Bupati Subandi kurang elok. Ranah sensitif seperti itu tak seharusnya disampaikan di depan OPD. cukup bicara empat mata, dari hati ke hati agar tidak melukai perasaan Bu Wabup.
Tapi ya sudahlah nasib sudah jadi bubur, kini bukan lagi ‘gading yang retak”, tapi gading ini sudah pecah berantakan dan sulit untuk disambung menjadi gading yang utuh seperti sedia kala.
Banyak ucapan bu Wabup yang menohok Bupati. Saya pikir harus disensor saja. Semalam saya masih berpikir apakah saya perlu membuat opini tentang masalah ini. Sejenak saya beranggapan, masyarakat Sidoarjo harus tahu kondisi yang sebenarnya. Hak masyarakat mengetahui hubungan politik dua pemimpinnya.
Saya tidak menulis panjang cerita, cukup poinnya saja. kuatir dituduh membakar kertas dan kemenyan..