Sidoarjo – cakrajatim.com: BKK (Bantuan Khusus Keuangan) Rp 500 juta yang diberikan kepada setiap desa dan kelurahan mendapat sorotan tajam dari fraksi Golkar DPRD Sidoarjo dalam Pandangan Umum (PU) paripurna RPJMD, kemarin.
Apabila bantuan tidak diberikan utuh akan timbul ketimpangan, penerimaan tidak proporsional bagi desa yang memiliki jumlah RT/RW yang banyak.
Jubir Fraksi Golkar, Wahyu Lumaksono, mengungkapkan dalam naskah RPJMD yang masih digodok, ternyata BKK Rp 500 juta digunakan untuk membiayai insentif RT/RW, LPMD/LPMK, Purna tugas, BPD.
Bila konsepnya seperti ini maka uang BKK bisa habis di desa yang besar
Minimal tinggal separuhnya saja yang diterima desa karena uang itu harus dikeluarkan untuk segala insentif itu. Kecuali desa yang jumlah RT-RW kecil.
Dalam pandangan umumnha fraksi Golkar menilai kebutuhan insentif semua pranata itu sudah di kaver nomenklatur tersendiri.
Total anggaran BKK desa sudah dikunci Rp 173 miliar bila didistribusikan merata tiap desa/kelurahan akan menerima Rp 500 juta. Ini tentu menguntungkan bagi desa kecil seperti desa Mojoranggung, Wonoayu yang hanya 6 RT dan 1 RW, atau desa Sidomulyo, Buduran yang 6 RT dan 1 RW.
Sebaliknya bagi desa besar seperti desa Tropodo, Waru atau desa Pabean, Sedati atau Wage, Gedangan. Desa Tropodo punya 110 RT dan 15 RW. Bantuan desa Rp 500 juta bisa habis untuk insentif RT-RW nya saja.
Beberapa desa besar pasti akan mengalami kendala untuk menutup belanja insentif RT-RW nya saja.
“Tidak seharusnya insentif RT-RW diambilkan dari dana BKK, dalam dokumen APBD kedua entitas itu punya nomenklatur tersendiri, ” Ujarnya.
Justru yang dikuatirkan, desa tidak bisa memanfaatkan BKK desa untuk membangun desanya. (hds)