Sidoarjo – cakra jatim.com: Pemicu pertama kelangkaan gas elpiji 3 kg adalah adanya disparitas (perbedaan) harga yang sangat njomplang antara gas elpiji 3 kg dengan gas elpiji 12 kg.
Akibat beda harga ini banyak pengguna gas elpiji 12 kg berpindah menjadi pengguna gas elpiji 3 kg. Selain murah, elpiji 3 kg lebih praktis, mudah dibawa. Konsumen kaya pun tak malu-malu menggunakan gas elpiji 3 kg karena alasan ini.
Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI, dalam siaran persnya menyebutkan penyebab kedua, yakni penyimpangan distribusi. Semula pola distribusi gas elpiji 3 kg bersifat tertutup, artinya konsumen yang berhak saja yang boleh membelinya. Sekarang terbuka/bebas, sehingga siapa pun bisa membelinya. Ini menunjukkan adanya inkonsistensi pola distribusi oleh pemerintah.
Akibatnya terjadi migrasi/perpindahan dari pengguna 12 kg menjadi pengguna 3 kg. Tak kurang dari 20 persen pengguna 12 kg yang berpindah ke 3 kg, karena harga 12 kg dianggap sangat mahal sementara harga 3 kg sangat murah, karena disubsidi. Makin parah manakala terjadi penyimpangan/pengoplosan oleh distributor dan atau agen nakal.
Dari sisi kebijakan subsidi kelangkaan ini juga dipicu oleh sinyal bahwa pemerintah akan mencabut subsidi gas elpiji 3 kg. Hal ini diawali dengan pemangkasan slot kuota gas elpiji 3 kg yang semula sebanyak 6.5 metrik ton dipangkas menjadi 6.1 metrik ton, berkurang 400 ribu metrik ton. Sementara permintaan gas elpiji 3 kg malah naik
Ia mengusulkan potensi penyimpangan distribusi harus diawasi.
Setiap pemerintah daerah harus turun ke lapangan untuk melakukan pengawasan lebih intensif. Berikan sanksi tegas bagi oknum distributor yang terbukti melakukan malpraktik distribusi dan melakukan pengoplosan. Pertamina juga harus tegas untuk memutus kerjasama dengan distributor nakal.
Sebenarnya sejak 2019 Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), telah mengantisipasi agar tidak terjadi kelangkaan elpiji 3 kg. Diusulkan penambahan pasokan LPG menjadi 6.9 juta Metrik Ton setahun dari sebelumnya 6,4 juta Metrik Ton.
Masalah ini sensitif karena itu jangan sampai terjadi kelangkaan. Konsekuensinya subsidi juga meningkat, karena harga barangnya tetap. Sudah lebih 12 tahun harganya tidak pernah dinaikkan karena menjaga daya beli masyarakat agar tetap terjangkau.
Subsidi elpiji kg mengambil porsi terbesar jika dibandingkan dengan subsidi BBM dan listrik. Sesuai APBN tahun 2023, alokasi anggaran subsidinya mencapai Rp 117,85 triliun. Ini disampaikan Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Maompang Harahap dalam Sosialisasi Transformasi Subsidi LPG 3 Kg Tepat Sasaran di Bandung.
Sosialisasi diikuti secara daring oleh 3.500 penyalur (agen) dan subpenyalur (pangkalan) di 151 kabupaten/kota di Jawa, Bali, Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi. Agar subsidi LPG 3 Kg tepat sasaran, Presiden juga telah mengamanatkan agar dilakukan transformasi subsidi elpiji 3 Kg yang masih berbasis komoditas, kelak berbasis orang/penerima manfaat atau by name by address. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Sebagai tindak lanjut amanat tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT Pertamina (Persero) sejak 1 Maret 2023 telah melakukan registrasi atau pendataan pengguna elpiji 3 Kg ke dalam sistem berbasis web. Mulai 1 Januari 2024, hanya yang telah terdata saja yang boleh membeli elpiji 3 Kg.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2021, LPG 3 Kg merupakan barang penting yang hanya diperuntukkan bagi rumah tangga untuk memasak, usaha mikro untuk memasak, nelayan sasaran, dan petani sasaran. , (dya)