Sidoarjo – cakrajatim.com: Apa sebenarnya penyebab kelangkaan elpiji 3kg? Berbagai analisis bisa disimpulkan, antara lain lebarnya disparitas harga jual antara elpiji tabung melon dan elpiji non subsidi yang menyentuh Rp 17.750 per kg.
Pertamina Patra Niaga menilai kebijakan konsumsi elpiji tahun ini telah terasa sejak Mei dengan kenaikan permintaan hingga 5% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Di sisi lain, Kementerian ESDM melaporkan adanya migrasi konsumen yang menyebabkan penurunan serapan elpiji non subsidi alias ‘’non public service obligation’’ (NPSO) dalam waktu empat tahun terakhir.
Penyusutan serapan itu disebabkan maraknya praktik oplosan di pangkalan. Koordinator Subsidi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi (Migas), Christina Meiwati Sinaga, kerap menemukan praktik pemindahan isi elpiji bersubsidi tabung 3 kilogram (kg) ke tabung elpiji 5,5 kg maupun tabung 12 kg. Barangnya tetap menggunakan tabung 12 kg, tapi isi dari tabung itu bersumber dari elpiji bersubsidi.
Tim Direktorat Jenderal Migas yang menjumpai beberapa pangkalan yang menyalurkan elpiji 3 kg melebihi ketentuan yang telah diatur. Praktik pengoplosan dapat terjadi apabila penyaluran elpiji 3 kg dari pangkalan ke pengecer melebihi ketentuan.
Kendala Sosialisasi
Kementerian ESDM juga mengakui adanya kendala sosialisasi dan mekanisme distribusi yang mendorong kelangkaan elpiji 3 kg di sejumlah daerah. Hal itu bermula dari kebijakan pemerintah yang mematok penyaluran elpiji bersubsidi kepada pengecer maksimal 20% sejak Maret 2023.
Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji mengakui pemerintah kurang maksimal dalam mensosialisasikan informasi mengenai kebijakan tersebut. Masyarakat yang tidak mendapatkan elpiji 3 kg di pengecer harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan elpiji bersubsidi ke pangkalan resmi.
Ada sosialisasi yang kurang gencar, sehingga masyarakat harus ke pangkalan. Di daerah tertentu ini jadi masalah, kata Tutuka kepada Antara. Sasaran utama adalah sektor rumah tangga kurang mampu, sekaligus dicegah kebocoran elpiji bersubsidi ke rumah makan maupun restoran.
Sidak Pertamina Pertamina pada Minggu (30/7) menyasar stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) di Pendungan, Denpasar. Ditemukan nihilnya pasokan elpiji 3 kg di tingkat pengecer.
Padahal, lokasi pengecer itu hanya 30 meter dari pangkalan resmi. Rupanya pengecer tersebut mendapatkan suplai elpiji dari pihak di luar pangkalan resmi. Hal tersebut tidak sesuai aturan, karena tiap pengecer harus mendapatkan stok elpiji dari pangkalan resmi.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati tidak segan untuk menindak agen dan pangkalan yang menjual elpiji di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah. Sanksinya berupa pengurangan stok sampai penghentian suplai.
Pengecer wajib mengambil stok dari pangkalan. Harganya sudah jelas, ada peraturannya di tiap-tiap daerah. Untuk di Bali harganya Rp 18.000. Itulah yang harus diikuti agar ada jaminan suplai dan harga sesuai aturan, kata Nicke dalam siaran pers.
Pertamina melaporkan hitungan serapan elpiji bersubsidi 3 kg hingga akhir tahun ini sekitar 8,22 juta metrik ton, lebih tinggi 2,7% dari alokasi kuota tahunan yang 8 juta metrik ton.
(dya)