Seri 3
Sidoarjo. Cakrajatim.com
‘’Bumi Makin Panas’’, ini bukan judul film melainkan fakta di depan mata. Panasnya bumi sudah terjadi setidaknya empat dekade lalu, saat industri berkembang pesat dan eksploatasi bahan bakar fosil kian menggila. Gaya hidup manusia modern cenderung merusak, sehingga lapisan atmosfer berubah jadi tabir yang menghambat penguapan bumi. Inilah efek rumah kaca.
Kini hampir 3 milyar manusia di dunia merasakan kerusakan semesta itu. Suhu bumi yang terus naik, mencairkan es di kutub sehingga air laut naik, dan mengancam daerah pesisir. Perubahan iklim ini juga akan mengacaukan datangnya musim, memicu badai dan hujan lebat. Gelombang panas, mendatangkan kekeringan atau sebaliknya banjir bandang yang terjaddi bersamaan.
Perubahan iklim juga berefek buruk kehidupan makhluk hidup di Bumi. Dampaknya acapkali tak terlalu kentara, mulai dari turbulensi udara yang membahayakan pesawat terbang hingga berkurangnya jam tidur.
Dalam sebuah penelitian yang terbit pada 8 Juni di jurnal Geophysical Research Letters, para ilmuwan membandingkan data iklim dari 1979 hingga 2020 dengan data turbulensi udara di Atlantik Utara. Di sini terjadi turbulensi parah yang disebabkan tabrakan aliran udara yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Turbulensi itu melonjak 55 persen dari total durasi 17,7 jam pada 1979 menjadi 27,4 jam pada 2020. Tingkat turbulensi sedang juga meningkat sebesar 37 persen selama periode waktu yang sama. Udara yang lebih panas, memicu kecepatan dan arah angin berubah lebih kuat.
Dampak lain udara panas mengganggu kenyamanan tidur manusia. Pada 2010, orang-orang telah kehilangan sekitar 44 jam tidur setiap tahunnya karena malam yang panas. Diprediksi jumlah ini bakal meningkat menjadi 58 jam waktu tidur yang hilang per tahun pada tahun-tahun berikutnya. Penelitian pada Mei 2022 di jurnal One Earth, para ilmuwan membandingkan data tidur yang dikumpulkan menggunakan gelang pelacak tidur dari 48.000 orang di 68 negara. Hasilnya orang tidur lebih larut dan bangun lebih awal pada malam dengan suhu panas.
Badai Petir
Dikutip dari Live Science, pemanasan global telah mengubah pola petir di seluruh dunia, mengakibatkan lebih banyak kebakaran hutan. Petir juga membahayakan instalasi BBM seperti yang dialami Pertamina di depo Cilacap dan Jakarta. Jurnal Nature Communications, telah menyelidiki petir arus panjang atau jenis petir yang dikenal sebagai penyebab utama kebakaran hutan. Diperkirakan sambaran ini akan 10 persen lebih sering terjadi untuk setiap kenaikan suhu 1 derajat Celcius. Hal ini dapat mencapai 40 persen peningkatan petir pada skenario terburuk.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters pada 2021, para ilmuwan menganalisis jumlah sinar matahari yang dipantulkan dari Bumi ke bulan antara 1998 hingga 2017. Mereka menemukan Bumi tampak semakin redup. Laut yang lebih panas mengurangi jumlah awan dataran rendah yang memantulkan cahaya di atas Samudra Pasifik bagian timur, menyebabkan lebih sedikit cahaya matahari yang memantul ke bumi. Ini menyebabkan lebih banyak energi cahaya yang terperangkap di bumi, dan meningkatkan pemanasan global.
Kesuburan Menurun
Hari-hari yang lebih panas berkait dengan penurunan angka kelahiran. Penelitian di jurnal Demography, ditemukan hari-hari dengan suhu rata-rata di atas 26,7 derajat Celcius dikaitkan dengan penurunan 0,4 persen angka kelahiran sekitar sembilan bulan. Ini kemudian dibandingkan dengan hari-hari bersuhu 15,6 hingga 21,1 derajat Celcius. Selain menyebabkan penurunan gairah seks, suhu tinggi dapat menurunkan kesuburan. Kondisi panas dapat mengganggu kemampuan berenang sperma.
Studi lain di Jurnal PLoS One mengungkapkan perubahan iklim dapat mengurangi separuh dari jumlah lahan yang dapat ditanami kopi pada tahun 2050. Dengan memodelkan tiga skenario iklim yang berbeda yang membatasi pemanasan global pada 1,5 C ; 2,4 C ; atau 4 C. Para ilmuwan menemukan jumlah wilayah yang sangat cocok untuk menanam kopi dapat berkurang 50%. Ini terjadi di wilayah penghasil utama kopi seperti Brasil, Vietnam, Indonesia dan Kolombia.
Suhu panas juga membuat anjing lebih agresif. Penelitian yang diterbitkan Scientific Reports menyebut agresi anjing juga meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Banyak gigitan anjing yang tercatat pada hari-hari yang lebih panas. Dengan menganalisis data 69.525 gigitan anjing di delapan kota di Amerika Serikat, yakni Dallas, Houston, Baltimore, Baton Rouge, Chicago, Louisville, Los Angeles, dan New York City, tim peneliti menemukan peningkatan 11 persen gigitan anjing pada hari-hari dengan sinar ultraviolet yang tinggi, dan peningkatan 4 persen saat suhu udara tinggi. (Putry dya, hd)