Sidoarjo – cakrajatim.com :
Presiden Rusia Vladimir Putin sangat ditunggu kehadirannya di KTT BRICS Afrika Selatan. Namun tokoh popular ini tidak langsung hadir, melainkan berbicara melalui telekonferens. Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, Presiden China Xi Jinping, Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa hadir dalam pertemuan puncak itu.
Putin yang menulis buku ‘’The World without Super Power’’ mengritik pedas blok AS dan Barat yang menjatuhkan sanksi ekonomi dan perdagangan kepada Rusia, gara-gara invasi ke Ukraina. Ia tegas menyatakan penggunaan mata uang dollar AS di kalangan anggota BRICS, sudah menurun tinggal 28,7 persen. Bank Pembangunan Baru BRICS, merupakan alternatif menghadapi lembaga keuangan bentukan Barat.
BRICS kini menguasai seperempat ekonomi global dan menguasai hampir 26 persen GDP (produk domestik bruto) global. BRICS juga berada pada urutan kelima dalam perdagangan global, diperkuat 40 persen penduduk dunia sebesar tiga miliar orang.
Putin menambahkan dalam satu dasawarsa terakhir ini investasi timbal balik antarnegara BRICS naik enam kali lipat. Kerja sama itu didasarkan atas prinsip kesetaraan, kemitraan, dan menghormati kepentingan masing-masing. Putin mengutuk berbagai sanksi yang dijatuhkan kepada negaranya. Ia merujuk pada kondisi ekonomi global yang terkena dampak buruk sanksi tidak sah dan pembekuan aset negara-negara asing. AS dan sekutunya menjatuhan sanksi ke Rusia karena menginvasi Ukraina sejak Februari 2022.
Putin tidak hadir secara langsung karena surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Mahkamah Internasional atas dugaan kejahatan perang di Ukraina. Ia berpartisipasi secara virtual dan akan diwakili Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov.
Tambah Anggota
Terdapat berbagai perbedaan pendapat atas perluasan blok dengan menambahkan anggota baru. Lebih dari 40 negara, termasuk Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Argentina, Indonesia, Mesir dan Ethiopia, telah menyatakan minat gabung.
China yang berusaha memperluas pengaruhnya saat berselisih dengan AS, mendukung ekspansi BRICS, sementara Brasil skeptis. Rusia berharap untuk mengatasi isolasi diplomatiknya atas perang Ukraina, dan sangat ingin membawa anggota baru.
Ada pula harapan cara meningkatkan penggalangan dana dan pinjaman dalam mata uang lokal di dalam Bank Pembangunan Baru (NDB), atau yang disebut bank BRICS. Penggunaan mata uang lokal akan membantu menghilangkan risiko dampak fluktuasi valuta asing, kata Menteri Keuangan Afrika Selatan Enoch Godongwana.
Dolar telah naik sejak Rusia menginvasi Ukraina. Federal Reserve mulai menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi pada awal 2022, membuat utang dolar menjadi lebih mahal kursnya.
Sementara NDB yang didirikan pada 2015, masih melihat potensi penggunaan mata uang alternatif.
Bangladesh, Uni Emirat Arab, dan Mesir telah bergabung dengan bank tersebut sejak 2021. Uruguay sedang dalam proses bergabung, sementara Aljazair, Honduras, Zimbabwe, dan Arab Saudi berminat.
Undangan untuk menghadiri KTT diperluas ke 67 pemimpin di seluruh Afrika, Amerika Latin, Asia dan Karibia. Prancis pun telah menyatakan minatnya pada Presiden Emmanuel Macron untuk bergabung dalam KTT tersebut, tetapi Rusia menentangnya karena dukungan Prancis untuk Ukraina melawan invasi Rusia. Macron tidak diundang.
BRICS hadir untuk perkuat hubungan antar pemerintah dan memperdalam hubungan antar masyarakat di berbagai aspek, termasuk perdagangan, pariwisata, dan pendidikan.
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan Afrika adalah benua yang memiliki peluang besar, kaya mineral penting, dan populasi perkotaan muda yang terampil. Afrika ingin sumber dayanya diolah di benua itu dan diekspor sebagai produk jadi yang mempunyai nilai tambah.
Rusia Deportasi Anak
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Putin atas perang di Ukraina. Sang tuan rumah KTT adalah anggota ICC dan diperkirakan akan melakukan penangkapan jika Putin menginjakkan kaki di negara tersebut. Tuduhannya, Rusia secara tidak sah mendeportasi anak-anak Ukraina.
Sebagai pusat kekuatan kontinental, Afrika Selatan telah menolak untuk mengutuk invasi Ukraina yang sebagian besar telah mengisolasi Moskwa di panggung internasional. Afsel ingin tetap netral dan lebih memilih dialog untuk mengakhiri perang.
Partai oposisi terkemuka di Afsel, Aliansi Demokratik, menyerukan agar Putin ditangkap dan memaksa pemerintah ikut ICC. Tetapi partai-partai kiri, termasuk Partai Komunis Afrika Selatan, mendesak pemerintah untuk menyambut pemimpin Rusia dan menarik diri dari ICC. (ts)