Sidoarjo – cakra jatim.com: kondisi yang dialami sungai Brantas menggambarkan sungai-sungai di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, juga mencemaskan. Hampir setiap kota besar yang berkembang penduduk maupun industrinya, selalu berada di DAS dan muara sungai.
Selain pencemaran di sungai Brantas, terdapat data banjir dan longsor di seluruh wilayah Indonesia selama 10 tahun terakhir, dikombinasikan dengan peta daerah aliran sungai (DAS) di seluruh Indonesia. Hasilnya, bencana banjir dan longsor meningkat di 893 DAS. Ini menunjukkan kondisi sungai – sungai di Indonesia membahayakan karena semakin meningkatnya aktivitas perusakan dan pencemaran lingkungan. Kali Brantas berada di urutan 5 sungai paling berisiko terjadi bencana longsor dan banjir.
Dari Malang dikabarkan sejumlah aktivis lingkungan dan periset yang tergabung dalam komunitas Capybrantas telah melakukan investigasi selama bulan Maret dan April 2023. Koordinator Divisi Riset Komunitas Capybrantas, Fernando Ardiansyah menemukan pembuangan limbah cair yang menurunkan kualitas air di Kali Surabaya. Kadar Amonia (NH3) meningkat menjadi 1,66 miligram per liter, melebihi batas baku mutu dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Baku Mutu Air Sungai yakni sebesar 0,.1 miligram per liter.
Dalam laporan resmi yang diterima Republika, dinyatakan temuan ini berdampak pada rusaknya komunitas plankton di kawasan Kali Surabaya, yang berfungsi memproduksi oksigen. Plankton di Kali Surabaya berada pada level yang buruk, karena didominasi oleh genus Lyngbya. Genus ini memproduksi Cyanotoxins yang mengakibatkan gatal-gatal hingga gangguan pernafasan serius bagi manusia.
Hal ini dikhawatirkan akan memberikan dampak serius bagi nasib masyarakat yang hidup di sekitar Kali Surabaya. Apalagi Kali Surabaya merupakan sumber bahan baku air PDAM Surya Sembada yang berada di daerah Karangpilang.
Seringkali Ikan Mati
Peristiwa ikan mati sudah seringkali terjadi di sepanjang Kali Surabaya. Catatan Mongabay, warga Desa Bambe, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, pernah memunguti ikan-ikan yang mengambang di Sungai Surabaya. Ikan itu antara lain jenis rengkik, keting, bader, nila dan mujair. Kondisi air sungai berbau kurang sedap, sedikit berminyak dan lengket. Sungai Surabaya melintasi wilayah Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya.
Sejumlah warga Desa Bambe, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, memunguti ikan-ikan yang mengambang di Sungai Surabaya, anak sungai Brantas, Jawa Timur. Sejumlah ikan jenis rengkik, keting, bader, nila dan mujair, ditemukan mati pada Senin [23/05/2022], sekitar pukul 05.00 WIB. Tidak jauh dari Desa Bambe, warga Desa Cangkir juga menemukan hal yang sama di sungai sekitar rumahnya.
Aziz, Manager Program Advokasi dan Litigasi, Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah [Ecoton], membenarkan ikan mati massal sudah sering terjadi. Penyebabnya, tingginya polutan dalam air akibat air limbah yang dibuang ke sungai tanpa diolah.
Pencemaran sungai yang dibiarkan akan berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. Pencemaran sudah sangat berat. Tidak hanya ikan dan biota sungai yang mati, masyarakat yang memanfaatkan air untuk minum dan MCK, juga merasakan dampaknya.
Pernah juga dilayangkan pengaduan ke pemerintah, yakni Dinas Lingkungan Hidup provinsi dan kabupaten/kota yang dilalui Sungai Surabaya, Balai Besar Wilayah Sungai [BBWS] Brantas, serta Perum Jasa Tirta, agar segera melakukan tindak lanjut. Pemerintah diharapkan turun ke sungai dan memeriksa sungai terkait dugaan perusahaan yang telah membuang limbah tanpa diolah.
Sebelumnya, Ecoton telah mengajukan gugatan Kepada KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur di Pengadilan Negeri Surabaya, atas peristiwa ikan mati massal di Sungai Brantas awal 2019.
Pengadilan mengabulkan gugatan Ecoton agar pemerintah melakukan pemulihan lingkungan hidup. Namun, para tergugat mengajukan banding dan belum ada putusan Pengadilan Tinggi Surabaya.
Ecoton berharap semua pihak terlibat memperhatikan kesehatan sungai dan keberlangsungan ekosistem di Sungai Brantas. Ketimbang upaya banding, akan lebih bermanfaat membuat program pemulihan bersama, sehingga peristiwa ini tidak terus terulang. (Dya)