Sidoarjo Cakrajatim.com
Di tengah suhu yang panas membara, banyak warga di daerah pesisir yang terpanggang hingga 40 derajat Celsius. Udara kering dan panas itu mula-mula diprediksi hanya dirasakan di sepanjang pantura Jawa.
Namun hingga medio Oktober 2023 ini hampir seluruh wilayah pantai di Indonesia merasakannya.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut suhu panas di Indonesia tembus 40 derajat celsius. Tren global juga menunjukkan peningkatan suhu di berbagai belahan dunia imbas perubahan iklim. Ada dua penyebab yakni fenomena El Nino dan gerak semu Matahari.
Suhu udara harian selama Oktober rata-rata 36-37 derajat pada pk 13.00-14.00 WIB. Dan berdasarkan data selama 30 tahun, terakhir kemungkinan suhu udara bisa mencapai 40 derajat membakar wilayah Pantura termasuk Semarang, dan pesisir Jawa Tengah bagian timur.Laman pemantau suhu, AccuWeather, mencatat suhu di Semarang pada Senin (20/10), mencapai 39 derajat Celsius, tapi terasa seperti 42 derajat Celsius.
Selain Semarang, Kota Surabaya juga ‘terpanggang’ 40 derajat Celsius, bahkan diprakirakan bisa menembus 43 derajat Celsius pertengahan Oktober ini. AccuWeather memperkirakan suhu di Surabaya tanggal 19-21 Oktober mencapai 42 derajat. Namun Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto membantah kemungkinan sangat kecil suhu tembus hingga lebih dari 40 derajat Celsius, karena secara statistik, suhu maksimum di Indonesia tidak pernah mencapai 42 derajat.
Tanpa Hujan
BMKG mencatat 17 Provinsi yang terdampak kekeringan, NTB dan DIY terparah, disebabkan terjadi hari tanpa hujan berturut-turut lebih dari 60 hari. Bencana kekeringan di Indonesia selama 30 tahun, sejak 1979-2009, Jawa paling sering dilanda kekeringan. Hari tanpa hujan (HTH) di wilayah DIY misalnya terjadi dalam periode 31 hingga 60 hari.
Kondisi ini berpotensi kekeringan meteorologis berkurangnya curah hujan dari keadaan normalnya dalam jangka waktu yang panjang bisa bulanan, dua bulanan, tiga bulanan. Kekeringan meteorologis yaitu berkurangnya curah hujan dari keadaan normalnya, dalam jangka waktu yang panjang (bulanan, dua bulanan, tiga bulanan).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan saat ini tengah terjadi perbedaan iklim cukup kontras di Indonesia. Pulau Jawa kekeringan namun beberapa wilayah seperti Aceh dan Sumatera Utara justru mengalami banjir. Ini memicu bahaya kekeringan di Pulau Jawa.
Provinsi Jawa Barat, selain juga Sumatera bagian tengah hingga selatan, Pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, dan Papua bagian selatan.
Data BNPB per Rabu (23/8/2023) menyebutkan rincian wilayah kekeringan dan kekurangan air bersih terjadi di Jawa Barat. Bencana hidrometeorologi kering dialami 28 kecamatan yang tersebar di 11 kabupaten di Jabar.
Sebanyak 19.464 kepala keluarga (KK) membutuhkan bantuan air bersih. Total 525.500 liter air bersih telah didistribuskan ke warga.
Wilayah terdampak kekeringan di Jabar itu antara lain Kabupaten Bogor, Bekasi, Sukabumi, Bandung Barat, Garut, Cirebon, Subang, Ciamis, Majalengka, Karawang, dan Pangandaran.
Tak cuma soal air bersih, kekeringan di Jabar juga memicu bahaya karhutla. BNPB mencatat insiden ini terjadi di 39 kecamatan di 15 kabupaten/kota di Jabar sejak 1 Januari hingga 23 Agustus.
“Kerugian dampak kebakaran tercatat lahan pertanian seluas 156 hektare,” ungkap Abdul.
Data BPBD Provinsi Jawa Barat, 11 wilayah kabupetan terdampak kebakaran itu antara lain Kabupaten Karawang, Purwakarta, Subang, Bogor, Sumedang, Majalengka, Bandung Barat, Cirebon, Kuningan, Garut, Bandung. BPBD Jawa Tengah mengungkap 3.320 KK atau 11.027 jiwa terdampak di Kabupaten Kendal, Klaten, Temanggung, dan Sragen. Sedangkan di Jawa Timur kekeringan dialami Kabupaten Jember.(putri dya)