Sidoarjo – cakra jatim.com: Di penghujung musim kemarau panjang dan kering ini, kabar mencemaskan datang dari Kali Brantas. Tulang punggung pemasok air kehidupan bagi seluruh warga Jawa Timur ini, mengalami pencemaran, kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai) dan penyusutan air.
Brantas selama ini mashur sebagai sungai dengan tata-kelola terbaik di Indonesia. Menggabungkan manajemen sungai era zaman Belanda, Jepang, dan Indonesia, menjadikan Brantas ikon dan ‘backbone’ Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional.
Namun hari-hari ini Brantas sedang menghadapi pencemaran serius dari buangan limbah industri di sepanjang sungainya, maupun limbah domestik dan pestisida pertanian. Kemarau panjang juga menyebabkan debit airnya berkurang, sehingga tak cukup untuk menggelontor limbah di tubuhnya. Pasokan air ke banyak lahan pertanian pun menyusut, sehingga dicemaskan akan mengurangi kapasitas panen dan ketahanan pangan Jawa Timur. Namun dibandingkan dengan saudaranya, Bengawan Solo, volume air sungai Brantas di tengah kemarau ini masih lebih baik.
Catatan Wikipedia, Sungai Brantas berhulu di kaki Gunung Arjuno, tepatnya Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Sungai ini lalu mengalir ke Malang dan bertemu dengan Sungai Lesti di Kabupaten Malang. Selanjutnya Brantas mengalir ke Blitar dan bertemu dengan Sungai Ngrowo di Tulungagung.
Aliran berikutnya menuju ke Kediri dan bertemu dengan Sungai Widas di Kertosono. Sungai ini lalu mengalir ke Jombang dan bercabang menjadi dua di Mojokerto, yakni menjadi Kali Surabaya dan Kali Porong.[8] Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas mencapai 11.800 km² atau seperempat dari luas Provinsi Jawa Timur.
Sungai sepanjang 320 kilometer ini mengalir melingkari sebuah gunung berapi yang masih aktif, yakni Gunung Kelud.[10] Rata-rata curah hujan di wilayah sungai ini mencapai 2.000 mm per tahun dan dari jumlah tersebut sekitar 85% di antaranya jatuh pada musim hujan. Potensi air permukaan di wilayah sungai ini sebesar 12 miliar m³ per tahun, baru termanfaatkan 2,6-3,0 miliar m³ per tahun.
Tercemar Popok Bayi
Keprihatinan soal Brantas pernah diungkapkan Aktivis BRUIN (Badan Riset Urusan Sungai Nusantara) saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi. Mereka meminta kepada pemerintah pusat dan Jawa Timur untuk melakukan langkah perbaikan Brantas yang tercemar.
Hilir sungai Brantas terpecah menjadi dua sungai besar, yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong. Air Sungai Brantas dimanfaatkan mencukupi kebutuhan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya sebagai bahan baku air bersih. Sebanyak 97 % persen air yang dialirkan ke pelanggan bersumber dari Sungai Brantas dan 3 persen sisanya dari sumber air Pandaan, Pasuruan.
tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) 2022 yang menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional, mencatat sungai di lima provinsi se Indonesia ditemukan kontaminasi mikroplastik. Sungai Brantas menempati urutan pertama sungai paling tercemar sampah plastik.
Sumber mikroplastik di sungai Brantas berasal dari aktivitas pembuangan limbah industri kertas, dan tekstil tanpa diolah. Ini diperparah dengan perilaku masif masyarakat yang masih menjadikan sungai Brantas tempat sampah dengan membuang detergen, sampah plastik dan popok bayi.
Selain masalah mikroplastik sungai Brantas juga akrab dengan masalah limbah industri. Sedikitnya ada sekitar 130 industri di sepanjang Brantas, meliputi industri manufaktur, kertas, makanan, minuman, logam, dan lainnya. Semuanya buang limbah cair ke sungai.
ECOTON mencatat ratusan peristiwa ikan mati setiap tahun akibat limbah industri tanpa diolah dibuang di sungai Brantas, ratusan kasus ikan mati massal tersebut terhitung mulai dari tahun 2012 – 2022 tanpa ada penyelesaian yang signifikan dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Beberapa industri nakal acapkali membuang limbah cair tanpa diolah ke sungai Brantas. Kebanyakan mereka membuang limbah tanpa diolah malam hari, dan hal tersebut diperparah ketika musim kemarau, banyak terjadi fenomena ikan mati massal di sungai Brantas. Peristiwa ikan mati massal tersebut terjadi karena debit air sungai Brantas yang minim harus menanggung debit air limbah yang begitu banyak dibuang ke sungai,” ungkap Seva, Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan dari Universitas Trunojoyo Madura.
Temuan ecoton pada tahun 2021 dalam kegiatan ekspedisi sungai di Kali Surabaya dan Kali Porong, menemukan 1024 timbulan sampah dan 2000 pohon yang terlilit plastik di sekitar bantaran sungai brantas.
Pada tahun 2022 ECOTON juga berhasil mengidentifikasi sekitar 1152 bangunan liar di sepanjang kali Surabaya, sekitar 475 timbulan sampah di Kali Surabaya, sekitar 566 pohon plastik di sepanjang bantaran Kali Surabaya, menemukan aktivitas pencemaran di 7 outlet perusahaan di sepanjang kali Surabaya.
Selain masalah pencemaran lingkungan di sungai Brantas, pada tanggal 23 Februari 2023 salah satu media nasional menyampaikan berita terkait analisis data kejadian banjir dan longsor di seluruh wilayah Indonesia selama 10 tahun terakhir dan mengkombinasikannya dengan peta daerah aliran sungai atau DAS di seluruh Indonesia. Hasilnya, bencana banjir dan longsor menunjukkan tren peningkatan di 893 DAS seluruh Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi sungai – sungai di Indonesia semakin membahayakan karena semakin meningkat aktivitas perusakan dan pencemaran lingkungan terjadi di sungai – sungai Indonesia.
Dari 893 DAS berisiko tersebut, sungai Brantas di Jawa Timur menempati rangking 5 sungai paling berisiko terjadi bencana longsor dan banjir. (dya)