Ternyata masih ada 85 sampai 90 desa di kabupaten Sidoarjo yang mengelola sendiri air bersih Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya yang belum terlayani PDAM.
Desa yang belum terlayani PDAM banyak berada di kawasan pinggiran seperti di kecamatan Tarik, Balongbendo, prambon, Krembung. Ada satu desa di Balongbendo yang dapat melayani 300 SR (Sambungan Rumah).
Bagi warga setempat Pamsimas ini sudah sangat membantu dibanding air sumur warga yang hanya kedalaman 4 – 5 meter saja. Kualitas air bawah tanah Pamsimas yang diproduksi BUMDes tidak kalah dengan air isi ulang.
Untuk mendapatkan kualitas air bersih Pamsimas, pihak BUMDes mengebor dengan kedalaman 100 meter lebih. Lumayan hasilnya cukup bening, bisa untuk cuci, mandi dan masak. Jauh lebih baik daripada air sumur warga yang sudah terkontaminasi limbah industri dan domestik (rumah tangga).
Namun apakah Pamsimas sudah memenuhi standar baku mutu air bersih sebagaimana PDAM? Bila PDAM punya Laboratorium untuk menguji hasil produksinya. Sedangkan pihak desa harus membayar uji lab ke ITS dengan beaya Rp 750 ribu hingga 1 juta. lazimnya dijalankan minimal 2 kali dalam setahun. Bayangkan kalau 90 desa harus membayar sendiri uji lab, tinggal dikalikan saja berapa yang harus dibayarkan ke ITS.
Bagi BUMDes yang mengelola Pamsimas beaya itu terlalu mahal dan berkorelasi dengan beaya langganan yang harus dibayar warga desa kepada pihak pengelola. BUMDes pasti tidak mau tekor.
Pemkab Sidoarjo seharusnya memfasilitasi kebutuhan dan keluhan desa yang berusaha melayani air bersih warganya dengan Pamsimas. Bisa dengan menggunakan APBD guna membiayai uji lab atau membangun sendiri lab air bersih untuk.memenuhi standar baku mutu air bersih yang bersumber dari air bawah tanah ini. (hadi)