Sidoarjo, cakrajatim.com. :
Balita stunting menjadi masalah serius Indonesia, dan akan jadi beban presiden mendatang. Di tahun 2018 angkanya mencapai 30,8 persen, artinya satu dari tiga balita mengalami stunting. Indonesia tertinggi ke-2 di Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.
Stunting tidak hanya dialami keluarga miskin, namun juga mereka yang berstatus keluarga mampu atau berada. Singapura misalnya masih menyisakan 4% kasus stunting, meskipun angka ini capaian terbaik di kawasan Asia. Tingginya angka stunting di Indonesia sangat kompleks. Kerugian negara akibat stunting diperkirakan Rp 300 triliun per tahun, atau menurunkan 3% produk domestik bruto.
Pencegahan terbaik dilakukan dengan mengawal 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dengan program pemberian makan bayi dan anak (PMBA) termasuk ASI eksklusif, makanan pendamping ASI, dan ibu menyusui sampai dua tahun atau lebih. Pekerjaan rumah ini tidak bisa dikerjakan sendiri oleh pemerintah, butuh konvergensi.
Kondisi gagal tumbuh yang dialami anak stunting, mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitifnya. Kecerdasannya rendah serta mudah terserang penyakit tidak menular ketika dewasa. Anak ini berpotensi kehilangan produktifitas.
Singapura Terbaik
Hasil Studi Kasus Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia berada di 24,4 persen, turun 3,3 % dari tahun 2019 sebesar 27,7 persen. Prevalensi ini lebih baik dibandingkan Myanmar (35 persen), tetapi masih lebih tinggi dari Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%), dan Singapura (4%).
Di Indonesia pun di antara 34 provinsi, Aceh yang tertinggi. Aceh menempati posisi ketiga tertinggi setelah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat.
Kabupaten Gayo Lues di Aceh stuntingnya tertinggi, 42,9 persen, disusul Kota Subulussalam 41,8 persen. Sementara yang terendah Kota Banda Aceh (23,4%) dan Kota Sabang (23,8%).
Tujuh provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen, Sumatera Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, Kalimantan Selatan 30 persen dan Sulawesi Barat 29,8 persen.
Sedangkan lima provinsi dengan jumlah kasus terbesar adalah Jawa Barat sebanyak 971.792 kasus, Jawa Timur 651.708 kasus, Jawa Tengah 508.618 kasus, Sumatera Utara 347.437 kasus dan Banten 265.158 kasus.
Pola Asuh Lemah
Kelemahan utama di Aceh adalah pola asuh. Pemberian makanan kepada bayi masih tidak sesuai dengan saran World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF). Banyak ditemukan susu formula diberikan di bawah usia 6 bulan, yang seharusnya ASI ekslusif.
Makanan pendamping ASI juga penting. Tidak perlu makanan kemasan atau makanan pabrik, cukup makanan rumahan misalnya, telur, ikan, sayur-sayuran yang bisa dilunakkan atau diblender. Pencegahan dilakukan 1.000 hari pertama kehidupan anak.
Para calon ibu pun perlu menjaga kesehatan, asupan, dan berolahraga dengan baik, agar sel telur ibu dan sel sperma ayah berkualitas. Kehamilan pun harus dalam kondisi prima, kesehatan bagus, tidak stres, dan makanan bermutu. Direktur Rumah Sakit Pendidikan Universitas Syiah Kuala (RSP USK) Banda Aceh, dr Iflan Nauval menganjurkan intervensi gizi sensitif yang harus diperhatikan, termasuk suplai air bersih.
Polusi udara pun bisa menjadi salah satu penyebab stunting, meski terjadi secara tidak langsung. Polusi udara menyebabkan infeksi saluran napas, apalagi kalau kena paparan rokok, anak akan mengalami iritasi bronkitis, infeksi paru, batuk, pilek, tidak mau makan. Akhirnya nutrisinya berkurang dan dapat mengganggu berat badan. (Dya,hd)